Minggu, 18 November 2012

Tambang minyak Rakyat Wonocolo

-->
Tambang Minyak Rakyat Wonocolo


Kecamatan Kedewan, kab.Bojonegoro, memiliki tambang minyak yang berumur cukup tua, sumur – sumur itu adalah peninggalan Belanda yang digarap warga sekitar secara tradisional, lokasi tepatnya yaitu :

• Desa wonocolo terdapat # 7 sumur dengan pruduksi rata - rata 30 drum / hari atau 6.000 liter / hari.
• Desa Hargomulyo terdapat # 39 sumur dengan produksi rata – rata 123 drum / hari atau 24.600 liter / hari.
• Desa Beji terdapat # 4 sumur produksi rata – rata 31 drum / hari atau 6.200 liter / hari.

Hasil produksi minyak mentah oleh warga tidak dijual ke Pertamina – Cepu karena dianggap pembelian oleh Pertamina tidak memperoleh laba, mereka menjual secara illegal kepada penduduk setempat yang bermodal. Harga jual bervariasi tergantung dari kualitas minyak mentah yang dihasilkan oleh para penambang tradisional tersebut dan hasil kesepakatan kelompok penambang, mulai Rp.1.250/liter atau Rp.250.000,- / drum.

Minyak mentah yang telah dibeli dari penambang itu, kemudian diolah atau disuling secara tradisional juga, hasil sulingannya cukup mendekati jenis solar produk Pertamina, meskipun kualitasnya masih perlu diuji lagi. Untuk menjual ke konsumen tidak perlu menjajakan, para tengkulak dari Kab.Bojonegoro dan dari luar Kab.Bojonegoro sudah mendatangi mereka dengan naik sepeda motor lengkap dengan wadah jerigen di jog belakang sepeda motornya.

Sumur – sumur tua yang masih ada dan sudah tidak dikelola lagi oleh warga penambang, rupanya menarik minat investor dari luar daerah untuk membelinya, seperti PT. Tripika Bangun Energie (PT.TBE), PT.Prima Energie Lestari ((PEL). Para investor tersebut membeli sumur – sumur tua itu, kemudian setelah mendapat ijin dari Pertamina dilakukan set treck atau dibor kembali. Bila sumur – sumur itu berhasil mengeluarkan minyak, direncanakan dijual kepada para penambang sesuai kesepakatan. Dan bila tidak berhasil maka sumur – sumur itu menjadi milik investor.

Untuk menjembatani penjualan hasil tambangan minyak dari kelompok penambang, sudah ada KUD yang siap menampung seperti KUD Usaha Jaya Bersama dan KUD Sumber Pangan, mereka direncanakan bekerja sama dengan para investor yang ada.
Untuk bisa meralisasikan kerjasama itu, pihak KUD masih terkendala rekomendasi dari Gubernur Jawa Timur dan masih ada syarat – syarat yang masih harus dipenuhi oleh KUD. Syarat – syarat yang harus dipenuhi diantaranya dokumen permohonan berisi dokumen administrasi dan dokumen teknis. Khusus dokumen teknis pihak Gubernur Jatim melalui Setda Provinsi Jatim mengusulkan keterlibatan BUMD PT.Petrogas Jatim Utama untuk bekerjasama dengan KUD yang ada. Sebaliknya pihak KUD akan bekerja sama dengan PT.Pertamina wilayah Cepu, namun dari Pertamina mematok harga minyak mentah itu Rp.1.200,- / liter, bila dengan patokan harga yang ditawarkan pertamina maka KUD akan sulit memperoleh minyak mentah dari para penambang karena harga belum memberi keuntungan ke pihak penambang. Menurut para penambang, siapapun yang akan membeli minyak mentah hasil rpoduksinya, mereka tidak mempermasalahkan, yang mereka kehendaki adanya peningkatan kesejahteraan dari hasil kerjanya.

Hasil kesepakatan imbalan jasa produksi minyak tradisional itu, dengan komposisi yakni:
• Penambang 70 persen dan KUD menerima 30 persen, sudah termasuk di dalamnya dua investor yang ikut mengelola.
• Dalam pembagian disepakati, PT Prima Energie Lestari (PEL) dan PT Trifika Bangun Energie (TBE), menerima 60 persen dan KUD Sumber Pangan dan KUD Usaha Jaya Bersama, masing-masing menerima 40 persen.

Jika KUD membeli langsung minyak mentah ke penambang, akan mucul polemic baru, yaitu pengangguran baru dalam bentuk warga yang biasa menyuling minyak mentah, dan penduduk yang menyetor kayu bakar ke para penyuling tradisional, mereka akan kehilangan mata pencaharian, sedangkan ketrampialn lain mereka tidak miliki, sementara tanah pertanian bergantung hujan, itupun dari mereka hanya sebagian kecil memiliki lahan selebihnya buruh tani..

-->
Dampak lingkungan Tambang Wonocolo

Tambang Minyak Bumi dan Gas Alam yang dikelola secara tradisional/tambang rakyat di Kabupaten Bojonegoro yang berada di wilayah kecamatan Kadewan terdapat 74 unit sumur yang meliputi desa Wonocolo 44 sumur dengan kapasitas produksi 25.771 liter/hari, desa Hargomulyo 18 sumur dengan kapasitas produksi 12.771 liter/hari dan desa Beji 12 sumur dengan kapasitas produksi 8.249 liter/hari. Pada setiap kegiatan penambangan di sumur bor (cutting) tersebut, terdapat tumpahan minyak pada lahan sekitar akibat proses pengangkutan minyak, baik melalui pipa, alat angkut, maupun ceceran akibat proses pemindahan (Nugroho, 2006).
Pada tanah yang tercemar minyak bumi, contoh saja di daerah pertambangan Bojonegoro jika di analisis kandungan nutien, mengandung unsur makro untuk karbon (C) 8,53% (sedang), Nitrogen (N) 0,20% (rendah), Fosfor (P) 0,01% (sangat rendah), Kalium (K) 0,22 % (sedang) dan kadar TPH yaitu 41.200 mg/kg. Dari hasil analisis ini, tanah tidak baik untuk pertumbuhan tanaman dan pertanian karena hara N tergolong rendah dan senyawa hidrokarbon tergolong tinggi.
Salah satu upaya secara biologis untuk mengatasi tanah tercemar hidrokarbon adalah dengan melakukan bioremediasi. Bioremediasi merupakan alternatif yang dilakukan dimana tanah yang tercemar dibersihkan dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan yang bersifat ramah terhadap lingkungan karena tanah yang sudah tercemar umumnya tidak dapat ditanami (Nugroho, 2006).


http://baketbojonegoro.blogspot.com/2009/10/tambang-wonocolo.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar